Pengorbanan
Karya : Sholeh Hudin
Hari senin adalah hari yang sangat
menyebalkan bagi Sholeh dan Suwarno, karena hari senin harus melaksanakan
upacara bendera dan yang paling menyebalkan bagi kami berdua menjadi petugas
upacara. Akhirnya Sholeh mengajak Suwarno untuk membolos pada hari senin dan
memutuskan untuk pergi ke Waduk Gajah Mungkur. Sepulang dari sekolah sehari
sebelumnya, Sholeh telah memeriksa sepeda barunya yang dibelikan oleh ayahnya.
Maksud hati bepergian akan goncengan dengan Suwarno. Suwarno dipesan menunggu
di depan pasar Manyaran. Ibu dan bapak Sholeh tidak mengetahui rencana
tersebut. Sekalipun tahu keberangkatan Sholeh dari rumah, tetapi orangtuanya
tidak mengerti niat sesungguhnya. Seperti biasanya, ibu bapak Sholeh mengira
Sholeh berangkat ke sekolah, sebab pada hari itu Sholeh mengenakan seragam
sekolah. Ibu dan bapak Sholeh tidak berpikiran bahwa Sholeh akan membolos
sekolah.
Seperti pada jam yang ditentukan,
Sholeh telah tiba di pasar Manyaran. Namun Sholeh agak kecewa karena Warno
belum tampak menunggu ditempat yang telah dijanjikan. Sholeh terus mencoba
bersabar. Dua menit, sepuluh menit
sampai seperempat jam Warno belum terlihat. Sholeh agak kesal, ia menduga
jangan-jangan Warno tidak jadi berangkat. Setelah jam 8.00 lewat Warno datang
terengah-engah.
“Maaf, Leh.
Saya terlambat.”
“Mengapa
terlambat, No?”
“Tadi di jalan
terjadi kecelakaan, akhirnya jalanan jadi macet total”, penjelasan Suwarno.
Akhirnya Sholeh
memaafkan Suwarno dan tidak jadi marah kepada Warno.
“Bagaimana,
Leh? Kita jadi berangkat tidak?”
“Harus, kita
sudah terlanjur untuk membolos, mengapa rencana tidak kita laksanakan?”
“Ok, Leh.”
Setelah semua sudah siap, Sholeh
sambil naik di jok dan mesin dihidupkan, karena motornya masih baru, maka
sekali digenjot mesin bisa hidup. Jalan Manyaran telah dilalui, dengan
hati-hatinya Sholeh berkendara tidak terlalu kencang. Gunungan, Bero dan
Wuryantoro dilalui dengan aman-aman saja. Tapi disebelah selatan Wonogiri, ada
petugas jaga. Sholeh tidak melihat bahwa ditempat itu ada penjagaan polisi,
Sholeh tidak bisa berbuat apa-apa kecuali menyerah kepada polisi.
“Adik membawa STNK dan sudah punya
SIM?’ Tanya polisi kepada Sholeh.
“Tidak, pak!” Dan saya belum cukup
umur untuk membuat SIM.”
“Adik mau kemana?”
“Ke Waduk Gajah Mungkur, pak.”
“Apakah adik-adik tidak masuk
sekolah?”
“Tidak, pak!”
“Jadi adik-adik ini membolos?”
“Iya, pak!”
“Sekarang sepeda adik saya tahan,
lalu siapa nama kalian?”
“Saya Sholeh dan teman saya ini
Suwarno.”
“Dimana alamat kalian?”
“Alamat orang tua saya Pengkol,
Pijiharjo, Manyaran”. Sholeh menjelaskan.
Setelah
polisi mencatat nama dan alamat, mereka disuruh pulang sedangkan kendaraannya
ditahan di kantor kepolisian. Setelah sampai dirumah, Sholeh berkata jujur
dengan ayahnya walaupun Sholeh tampak ketakutan.
“Pak, sepeda motor bapak ditahan.”
“Ditahan?”
“Iya, pak.”
“Mengapa ditahan?”
“Saya tidak membawa STNK dan belum
punya SIM.”
“Ditahan dimana?”
“Dikantor kepolisian Wonogiri, pak!”
“Jadi kamu tidak masuk sekolah dan
membolos?”
“Iya, pak.” Sholeh sangat ketakutan.
Mendengar
jawaban anaknya seperti itu, hari yang telah dijanjikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar